Perkembangan Braille di Zaman Modern
Perkembangan
Braille di Zaman Modern
Perkembangan lainnya adalah penyusunan system tulisan singkat
Braille. Sejak diciptakan, disadari bahwa salah satu kekurangan utama system
Braille adalah ukuran hurufnya yang besar. Ukuran standar sebuah karakter
Braille adalah sekitar 4 mm lebar dan 6 mm tinggi dengan ketebalan sekitar 0,4
mm. Ukuran ini ideal untuk diidentifikasi dengan ujung jari, tetapi
mengakibatkan buku Braille menjadi sangat besar, makan tempat untuk
penyimpanannya, dan tidak nyaman untuk dibawa-bawa. Di samping itu, pembaca
Braille yang berpengalaman pun tidak dapat membaca Braille secepat
rekan-rekanya yang awas. Hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa
ujung-ujung jari tidak dapat secara fisik mengamati tulisan Braille secepat
orang awas menggunakan matanya untuk mengamati tulisan awas. Hasil penelitian
Simon & Huertas (1998) menunjukkan bahwa kecepatan membaca rata-rata
tunanetra pembaca Braille yang berpengalaman adalah 90-115 kata per menit
dibandingkan dengan 250-300 kata per menit untuk mereka yang membaca secara
visual. Pada awal tahun 1900-an, para pendukung Braille berusaha mengatasi
kedua keterbatasan tersebut. Solusinya adalah pengembangan system tulisan
singkat Braille, di mana satu symbol dipergunakan untuk mewakili satu kata atau
bagian kata atau keduanya. Sesudah melalui diskusi Selama beberapa tahun,
dengan memadukan versi Inggris dan versi amerika, pada tahun 1932 ditetapkan Standard English Braille, yang
mengcakup kesepakatan tentang system singkatan yang seragam untuk bahasa
Inggris. Sistem tulisan singkat Braille dalam bahasa Inggris itu disebut “grade
two Braille” atau “contraction”.
Penggunaan system singkatan ini dapat mengurangi ketebalan dan
beratnya buku Braille dan dapat mengurangi jumlah karakter yang harus diraba
dalam membaca, sehingga kecepatan membaca pun menjadi lebih tinggi.
Sistem tulisan
singkat Braille Indonesia
(yang dikenal dengan istilah “tusing”) dikembangkan sejak tahun 1960-an, dan
versi terakhir dibakukan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 053/U/2000. Salah seorang penggagas utama tusing itu adalah Suharto,
seorang tunanetra di Bandung
(Tarsidi, 1998).
Pengembangan symbol-simbol lainnya yang berlaku secara
universal dilakukan di bawah koordinasi World Braille Council (Dewan Braille
Dunia), sebuah badan yang dibentuk oleh World Blind Union (Persatuan Tunanetra
Dunia).
Backlink here.. Description: Perkembangan Braille di Zaman Modern Rating: 4.5 Reviewer: seputarwisata.com - ItemReviewed: Perkembangan Braille di Zaman Modern
Shares News
-
2:30 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Share your views...
0 Respones to "Perkembangan Braille di Zaman Modern "
Post a Comment